Person Centered Therapy

Label: , ,



Istilah Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi pada abad ke-19, yang berada dibawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang ada dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986:113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Terapi humanistik eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar dan juga memusatkan perhatian pada apa yang dialami oleh klien, pada masa sekarang “disini dan kini”. Terapi humanistik eksistensial berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri klien. Terapi ini disebut juga sebagai client-centered therapy (terapi yang berpusat pada klien) atau terapi non-direktif. Teknik ini pada awalnya digunakan oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri.
Pendekatan humanistik Rogers terhadap client-centered therapy dapat membantu pasien untuk lebih menyadari dan menerima dirinya dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan dan penghargaan dalam hubungan terapeutik. Terapis tidak boleh memaksakan tujuan atau nilai-nilai yang dimilikinya kepada klien. Fokus client-centered therapy adalah klien. Bentuk terapinya non-direktif, terapis memantulkan perasaan-perasaan yang diungkapkan klien untuk membantu klien berhubungan dengan perasaan-perasaannya yang mendalam dan bagian-bagian dari dirinya yang tidak diakui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan atau menguraikan dengan kata-kata apa yang diungkapkan klien tanpa memberi penilaian.
Metode client-centered therapy
Rogers mengemukakan 6 syarat dalam proses menjalankan client-centered therapy yang harus dipenuhi oleh terapis, yaitu:
·      Terapis menghargai tanggung jawab pasien terhadap tingkah lakunya sendiri
·      Terapis mengakui bahwa klien dalam dirinya sendiri memiliki dorongan kuat untuk menggerakkan dirinya ke arah kematangan (kedewasaan) serta interdependensi
·      Terapis menciptakan suasana hangat dan memberikan kebebasan penuh di mana klien dapat mengungkapkan atau juga tidak mengungkapkan yang diinginkannya.
·      Membatasi tingkah laku bukan sikap
·      Terapis membatasi kegiatannya untuk menunjukkan pemahaman dan penerimaannya terhadap emosi-emosi yang sedang diungkapkan klien yang mungkin dilakukannya dengan memantulkan kembali dan menjelaskan perasaan-perasaan klien
·      Terapis tidak boleh bertanya, menyelidiki, menyalahkan, memberikan penafsiran, menasihatkan, mengajarkan, membujuk, dan meyakinkan kembali.
Konsep-konsep penting lainnya dalam client-centered therapy, yaitu:
·      Self concept (konsep diri), mengenai konsepsi seseorang tentang dirinya
·      Ideal self (diri ideal), mengenai self concept yang ingin dimiliki seseorang
·      Incongruence (ketidakselarasan), antara diri dan pengalaman yaitu suatu celah yang ada antara self concept seseorang dan apa yang dialaminya.
·      Psychological maladjustment (ketidak mampuan menyesuaikan diri secara psikologis), hal ini terjadi bila seseorang menyangkal atau mendistorsikan pengalaman-pengalamannya yang penting.
·      Keselarasan antara diri dan pengalaman, konsep seseorang tentang dirinya sendiri sesuai dengan apa yang dialaminya.
·      Need for positive regard (kebutuhan akan penghargaan positif), kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh orang lain.
·      Need for self regard (kebutuhan akan harga diri), kebutuhan menghargai diri sendiri.
Tujuan dari client-centered therapy
Tujuannya adalah untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi pribadi yang dapat berfungsi penuh. Guna mencapai tujuan tersebut terapis perlu mengusahakan agar klien dapat menghilangkan topeng yang dikenakannya dan mengarahkannya menjadi dirinya sendiri.
Langkah-langkah dalam proses terapi:
·      Individu datang meminta bantuan
·      Situasi bantuan biasanya dijelaskan (ditetapkan)
·      Terapis mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya dengan bebas berkenaan dengan masalah yang dihadapinya
·      Terapis menerima, mengakui, dan menjelaskan perasaan-perasaan negatif pasien
·      Apabila perasaan-perasaan negatif pasien telah diungkapkan sepenuhnya maka perasaan-perasaan itu disusul oleh ungkapan samar-samar dan ragu-ragu dari perasaan-perasaan positif yang mendatangkan pertumbuhan
·      Terapis menerima dan mengakui perasaan-perasaan positif yang diungkapkan itu seperti halnya dia menerima dan mengakui perasaan negatif
·      Pemahaman tentang diri dan penerimaan diri merupakan aspek berikutnya yang penting dari seluruh proses
·      Bercampur baur dengan proses pemahaman ini (langkah-langkah yang dikemukakan sama sekali tidak eksklusif antara yang satu dengan yang lain dan juga langkah-langkah tersebut tidak berlangsung secara kaku) merupakan suatu proses penjelasan mengenai keputusan-keputusan dan rangkaian tindakkan yang mungkin diambil
·      Terjadilah suatu perkembangan lebih lanjut, pemahaman diri yang lebih lengkap dan akurat karena individu mulai berani menyelidiki tindakan-tindakannya sendiri secara lebih mendalam
·      Tindakan positif yang integratif dari klien semakin meningkat. Ketakutan dalam dirinya semakin berkurang khususnya untuk mengadakan pilihan dan menjadikannya lebih yakin akan tindakan yang terarah kepada dirinya sendiri (self-directed action)
·      Perasaan untuk membutuhkan bantuan berkurang dan pengakuan dari pihak klien bahwa hubungan itu harus berakhir.

Kelebihan :
§  Memiliki dasar teori yang cukup kuat
§  Mampu membuat klien lebih bertanggung jawab terhadap pilihan dan perilakunya
§  Bisa digunakan pada klien yang krisis percaya diri
Kekurangan :
§  Memiliki teknik yang terlampau bebas (seperti tidak ada pakem)
§  Menggunakan waktu yang cukup lama dalam proses terapi
§  Menghabiskan biaya klien yang cukup banyak guna menuntaskan terapi
§  Menitik beratkan proses terapi pada klien

SUMBER :
Corey, G. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Semarang: PT. IKIP Semarang Press.
Riyanti, B.P. D. dan Prabowo H. 1998. Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Semiun. Y. OFM. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

Terapi Humanistik Eksistensial

Label: , ,


Istilah Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi pada abad ke-19, yang berada dibawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang ada dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986:113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.


Terapi humanistik eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar dan juga memusatkan perhatian pada apa yang dialami oleh klien, pada masa sekarang “disini dan kini”. Terapi humanistik eksistensial berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri klien. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 1991 dan Alwisol 2005)
1.    Prinsip holistik
Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
·      Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi. Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasi adalah keadaan patologis.
·      Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
·      Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
·      Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
·      Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi.
2.    Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sada, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
3.    Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
4.    Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
5.    Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6.    Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
7.    Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.
8.    Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004)
·      kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
·      kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)
·      kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
·      kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
·      kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.



Kelebihan :
§  Memiliki dasar teori yang cukup kuat
§  Mampu membuat klien lebih bertanggung jawab terhadap pilihan dan perilakunya
§  Bisa digunakan pada klien yang krisis percaya diri
Kekurangan :
§  Memiliki teknik yang terlampau bebas (seperti tidak ada pakem)
§  Menggunakan waktu yang cukup lama dalam proses terapi
§  Menghabiskan biaya klien yang cukup banyak guna menuntaskan terapi
§  Menitik beratkan proses terapi pada klien

SUMBER :
Corey, G. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Semarang: PT. IKIP Semarang Press.
Riyanti, B.P. D. dan Prabowo H. 1998. Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Semiun. Y. OFM. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

Terapi Psikoanalisis

Label: , ,


Psikoanalisa dipelopori oleh tokoh psikologi yang terkenal yaitu Sigmund Freud. Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856, di Freiberg, Moravia, yang kini jadi bagian dari Republik Ceko. Freud adalah anak sulung dari Jacob dan Amalie Nathanson Freud. Freud menjadi anak kesayangan ibunya yang masih belia dan serba memanjakan, secara tidak langsung membuat dirinya berkembang menjadi pribadi yang percaya diri sepanjang hidupnya (E. Jones, 1953). Pemahaman Freud tentang kepribadian manusia dibangun sendiri berdasarkan pengalamannya dengan sejumlah pasien, analisis terhadap mimpinya sendiri dan bacaannya yang luas dalam bidang ilmu pengetahuan dan humaniora. Pengalaman-pengalaman tersebut menjadi data dasar untuk mengembangkan teorinya. Bagi Freud, teori berkembang mengikuti kemajuan observasi dan konsep kepribadiannya terus-menerus berevolusi, Freud bersikeras bahwa psikoanalisis tidak menggabung-gabungkan berbagai pembahasan yang berbeda (eclectisme).

Seperti konsep psikoanalisis Sigmund Freud, terapi ini mempunyai konsep yang didasari struktur kepribadian dasar manusia yaitu id, ego, dan super ego. Terapi ini merupakan upaya perawatan perilaku abnormal atau gangguan dengan mengidentifikasikan penyebab-penyebab “tak sadar” dari perilaku abnormal atau gangguan yang terjadi pada klien. Tentu hal ini berkaitan dengan konsep struktur pikiran yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, bahwa penyebab “tak sadar” itu merupakan konflik yang disebabkan oleh kekuatan yang saling berlawanan dalam diri seseorang dan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian seseorang sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan.
Ø   Tujuan dari metode terapi psikoanalisis, antara lain:
·      Membentuk kembali struktur karakter seseorang dengan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien.
·      Mengupayakan kembali pengalaman masa anak-anak pada diri klien.
Ø   Metode yang digunakan dalam terapi psikoanalisis, antara lain:
·      Hipnotis
Metode ini diperkirakan muncul sekitar tahun 1700. Ketika itu, Franz Anton Mesmer dari Sekolah Kedokteran Universitas Wina (University of Vienna Medical School) memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal.
Pada tahun 1885, Freud mendapatkan hibah untuk melakukan perjalanan dari Universitas Wina (University of Vienna) dan memutuskan untuk belajar di Paris pada neurolog Prancis terkemuka yaitu Jean-Martin Charcot. Selama empat bulan bersama Charcot, Freud belajar teknik hipnotis untuk menangani hysteria, kelainan yang umumnya ditandai dengan kelumpuhan atau kelainan fungsi organ-organ tubuh tertentu. Melalui hipnosis, Freud mengetahui penyebab psikogenis dan seksual dari gejala-gejala histeria.
·      Asosiasi Bebas
Free Association, merupakan buku karangan Bollas (2002) yang kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Winarno (2003) menjadi “Asosiasi Bebas” merupakan acuan utama dalam menjabarkan hal ihwal asosiasi bebasnya Freud. Dalam buku setebal seratus halaman tersebut, asosiasi bebas secara sederhana didefinisikan sebagai bicara bebas, yaitu sesuatu yang tidak lebih dari berbicara tentang apa yang terlintas dalam pikiran, beralih dari satu topik menuju topik lain dalam suatu urutan yang bergerak bebas serta tidak mengikuti agenda tertentu.
·      Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung manifest content (muatan manifes) dan content latent (muatan laten). Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.
·      Transferensi
Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.
·      Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Analis harus memiliki kemampuan memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.

Kelebihan :
§  Memiliki dasar teori yang kuat
§  Mampu membuat klien lebih mengerti tentang kondisional yang sebelumnya kurang disadari atau dimengerti
Kekurangan :
§  Memerlukan terapis terlatih dan berpengalaman
§  Menggunakan waktu yang cukup lama dalam proses terapi
§  Menghabiskan biaya klien yang cukup banyak guna menuntaskan terapi
§  Membuat klien jenuh dalam proses terapi


SUMBER :
Anwar, Z. (2010). Terapi psikologi. Diakses tanggal 27 Maret, 2013 dari http://zainulanwar.staff.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_413.pdf.
Feist, J. dan Feist, G. J. (2011). Theories of personality 7th edition. Jakarta: Salemba Humanika.
Indryawati. Terapi Psikoanalisis Freud. Diakses tanggal 27 Maret, 2013 dari indryawati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/21332/TERAPI+PSIKOANALISIS.doc.
Wikipedia. Diakses tanggal 27 Maret, 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis.