Tokoh utama Rational Emotive Therapy (RET) adalah Albert Ellis. Albert Ellis merupakan turunan dari orang tua Yahudi,
dilahirkan pada 17 September 1913, di Pittsburgh dan besar di kota New York. Albert
Ellis meninggal pada umur 93 tahun pada 24 Juli 2007. Ellis mendapatkan ijazah
bisnis pertama dari City University
di New York. Kemudian Ellis memulai suatu karier dalam bidang bisnis, yang
diikuti bakatnya untuk menjadi penulis. Bakat Ellis sebagai penulis menuntun
dirinya untuk menulis tentang bidang kebirahian manusia, suatu bidang yang
mengembangkan suatu keahlian. Kelangkaan ahli dalam area ini mendorong dirinya sebagai
orang yang dicari-cari untuk dimintai nasihat atas pokok materinya. Ellis
begitu yakin bahwa ini menjadi panggilan untuk dirinya mencari suatu karir baru
di dalam psikologi klinis.
Pada tahun 1942,
Ellis memulai studinya untuk mendapatkan gelar Ph.D. dalam psikologi klinis di
Columbia University, cabang keilmuan psychoanalytic (psikoanalisis). Pada
tahun 1955 Ellis, mengenalkan pendekatan barunya yaitu Rational-Emotive Therapy dan memerlukan therapist untuk membantu client
memahami dan mematuhi pemahaman yang filosofi. Pendekatan yang baru ini
ditekankan dengan aktip-aktip untuk mengubah kepercayaan dan perilaku dengan
memperjelas dan mempertunjukkan kekakuan atau ketidakrasionalan klien. Terapi
ini hakekatnya dibangun berdasar atas ketidakpuaan Albert Ellis terhadap teori
psikoanalisa serta berdasar atas pemahamannya tentang teori behavioral.
Konsep utama
RET dibangun
berdasarkan filosofi bahwa ”apa yang menganggu jiwa manusia bukanlah
peristiwa-peristiwa, tetapi bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka
terhadap persitiwa-peristiwa tersebut”.
Secara umum dikatakan
bahwa anak-anak dan juga binatang memiliki sejumlah keterbatasan emosi dan
cenderung untuk cepat emosi. Seiring dengan pertambahan usia, maka ketika
anak-anak cukup mampu menguasai bahasa secara efektif, mereka memperoleh
kemampuan untuk mempertahankan emosinya dan sedapat mungkin menjaga
emosi-emosinya yang terganggu. RET tidak memusatkan perhatian kepada
peristiwa-peristiwa masa lalu, tetapi lebih kepada peristiwa yang terjadi saat
ini dan bagaimana reaksi terhadap peristiwa tersebut. RET juga percaya bahwa
setiap manusia mempunyai pilihan, mampu mengontrol ide-idenya, sikap, perasaan,
dan tindakan-tindakannya serta mampu menyusun kehidupannya menurut kehendak
atau pilihannya sendiri.
RET didasari asumsi
bahwa manusia itu dilahirkan dengan potensi rasional dan juga irrasional.
Seseorang berperilaku tertentu karena ia percaya harus bertindak dalam cara
itu. Sedangkan gangguan emosional terletak pada keyakinan irrasional. Dengan
kata lain keyakinan irrasional yang menyebabkan ganguan emosional. Bila
seseorang mereaksi sesuatu dengan keyakinan irrasional, maka ia akan memandang
diri sendiri dan orang lain sebagai jahat, kejam, atau mengerikan. Asumsi
lainnya, bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah, tetapi dua
hal yang saling tumpang tindih, dan dalam prakteknya saling terkait.
Dalam teorinya, Albert
Ellis (Thomson dan Rudolf, 1983) juga menyatakan bahwa secara alamiah setiap
manusia adalah irasional, mengalahkan dirinya sendiri, sehingga perlu pemikiran
dengan cara-cara lain. Ia juga menyatakan bahwa secara alamiah manusia dapat menjadi
”helpful” dan ”loving” sepanjang mereka tidak dapat berpikir rasional. Dijelaskan
pula tentang adanya siklus tertentu dalam berpikir irasional, dimana ketika
seseorang dikuasai
pemikiran irasional, maka pemikiran
tersebut akan mengarahkan kepada kebencian diri. Kebencian diri selanjutnya
akan mengarahkan kepada perilaku merusak diri (self destructive), dan kemudian secepatnya menumbuhkan kebencian
kepada orang lain. Kebencian terhadap orang lain, pada akhirnya menyebabkan orang
lain mereaksi secara irasional. Sedangkan adanya reaksi irasional orang lain, menjadikan
pemikiran rasionalnya semakin terpelihara.
Dalam pandangan RET,
kecemaan bukanlah irasional, tetapi sebagai ketidaktepatan perasaan (inaproproate feeling) yang terbangun
secara luas dari ide-ide rasional. Dijelaskan oleh Burk dan Stefflre (1983)
bahwa ketepatan perasaan umumnya berisi berbagai jenis perasaan yang muncul
ketika terjadi halangan terhadap kebutuhan, keinginan, atau harapan-harapannya.
Ketepatan emosi positif termasuk cinta, kebahagiaan, kesenangan, dan rasa ingin
tahu. Ketepatan emosi negatif dapat berupa duka cita, penyesalan, frustrasi,
gangguan, kejengkelan, tidak puas, dan sifat lekas marah. Emosi negatif disebut
”sesuai” atau ”tepat” karena selalu membantu orang untuk merubah
kondisi-kondisi yang dialami ke arah yang lebih baik atau lebih obyektif. Sedangkan
ketidaktepatan emosi selau berisi perasaan-perasaan seperti tertekan,
permusuhan, putus asa, kecemasan, dan perasaan-perasaan tidak berharga. Disebut
tidak tepat, karena secara normal tidak membantu manusia untuk merubah kondisi-kondisi
tersebut, tetapi sering kali membantu mereka pada kondisi yang lebih buruk.
RET juga sering disebut
sebagai pendekatan konseling A-B-C-D-E. Hal ini dikarenakan praktek konseling
dalam RET hakekatnya mendasarkan pada teori kepribadian A-B-C-D-E dari Albert
Ellis. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa manusia membentuk emosi dan
perilakunya berdasar atas pikiran dan filsafat yang ditemukannya sendiri, yang
dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Namun demikian, yang membentuk kepribadian
manusia bukan kondisi-kondisi sosial tersebut, melainkan reaksinya terhadap kondisi-kondisi
sosial tersebut. Secara umum, teori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
A
: peristiwa yang menggerakkan, misal : “Saya gagal dalam tes matematika”
B
: Hasil evaluasi terhadap peristiwa yang dialami (A).
B1 : pesan irasional : “Saya gagal tes, berarti saya
sebagai orang yang mengalami kegagalan total”
B2 : pesan rasional : ”Saya gagal tes. Ini tidak
memuaskan dan payah, tetapi ini semua harus dihadapi dan saya akan menyiapkan
diri lebih baik untuk ujian mendatang”.
C : Representasi dari konsekuensi perasaan yang
dihasilkan
B1 : merasa tertekan.
B2 : berbesar hati dan tidak akan
menghalangi dalam ujian berikutnya.
D : Hadirnya perdebatan argumen untuk melawan pesan
diri yang tidak rasional yang dinyatakan dalam B1. Fungsi konselor adalah
membantu untuk mempertanyakan pesan-pesan irasional yang teridentifikasi.
E : Merupakan jawaban-jawaban yang telah
dikembangkan berdasar atas pertanyaan-pertanyaan irasional.
Berdasar hal di atas, B
hakekatnya adalah sistem keyakinan (belief
system) yang tumbuh pada diri seseorang sebagai reaksi terhadap peristiwa
yang dialaminya. Sedangkan C adalah keadaan emosi yang dialaminya, sebagai
konsekuensi dari system keyakinannya. Dengan demikian yang menyebabkan
seseorang menjadi terganggu emosinya hakekatya bukan A, tetapi adalah B1 (dipertahankannya
sistem keyakinan diri yang tidak rasional).
Dalam pandangan RET
setiap manusia memiliki kapasitas untuk mengubah pikiran, perilaku, dan
perasaan-perasaannya, selama ia mampu memasaksakan diri untuk berpikir dan
bertindak lain melalui cara-cara yang lebih baik, rasional, dan konstruktif. Misalnya
melalui latihan disiplin diri, belajar secara mandiri, atau dengan meminta
bantuan pada orang lain yang mampu berpikir rasional dan obyektif.
Tujuan konseling
Menurut Thomson dan
Rudolf (1983) tujuan RET adalah mengajarkan klien untuk berpikir dan secara
personal lebih puas dalam cara-cara merealisasikan pilihan-pilihan antara
kebencian diri dan perilaku negatif, meningkat kepada perilaku yang positif dan
efisien. Dalam istilah lain, tujuan utama konseling adalah membantu klien
memahami kepercayaan irasionalnya, dengan mendebat, melepaskan atau
mengusirnya, dan selanjutnya merubahnya dengan pemikiran yang lebih positif dan
rasional. Membantu anak menjadi evaluator atas dirinya sendiri, sehingga dapat
belajar untuk hidup sehat, mengontrol diri, dan bertanggung jawab atas
kehidupannya.
Sedangkan menurut Burks
dan Strefflre (1983) tujuan utama konseling adalah membantu klien agar memiliki
kepetapatan emosi, mampu mengembangkan self interest, self direction, sikap toleransi,
menerima fakta dengan ketidaktentuan, mampu berpikir fleksibel dan ilmiah,
mampu mengambil resiko dan menerima diri sendiri, serta mampu meminmalisir
frekuensi, intensitas, dan durasi munculnya emosi negatif.
Fungsi konselor
Karakteristik utama
pendekatan RET adalah aktif-direktif. Fungsi utama konselor dalam RET adalah
menyerang, membantah, mengkonfrontasikan, atau membongkar keyakinan irrasional
klien dalam rangka menunjukkan betapa tidak rasionalnya cara berpikir klien.
Untuk itu, konselor harus mampu mengenal secara pasti kecenderungan dan cara
berfikir anak, meyakinkan tentang adanya kesalahan dalam cara berpikir,
menghentikan pikiran-pikiran negatifnya, membantu menggantinya dengan cara
berpikir dalam perspektif baru yang lebih baik, positif, dan rasional,
selanjutnya menguatkan dan meyakinkan akan keberhasilannya serta menodorng
untuk mengimplementasikan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata.
Proses dan teknik konseling
Dalam proses konseling, klien diharapkan
sepenuhnya dapat mencapai tiga pemahaman :
§ peristiwa-peristiwa
sebelumnya yang menyebabkan perilakunya neurotik,
§ alasan-alasan
yang menjadikannya ia mempertahankan ketidakbahagiannya dan mengulanginya,
§ klien
dapat mengalahkan gangguan emosinya dengan secara konsisten mengobservasi,
menanyakan, dan menemukan system keyakinan dirinya.
Sekalipun dalam RET
menitikberatkan pada aspek kognitif, namun dipercayai bahwa antara pikiran
(kognitif), perasaan, dan perilaku merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
karena itu dalam konseling ketiga aspek tersebut harus mendapat perhatian. Sehubungan
dengan itu dalam RET dikenal adanya tiga kelompok besar teknik konseling,
meliputi :
o
Teknik-teknik kognitif
Teknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan
untuk mengubah cara berpikir klien. Teknik-teknik ini meliputi :
·
Pengajaran :
Menunjukkan tidak logisnya cara
berpikir klien hingga menimbulkan gangguan emosi dan mengajarkan cara-cara berpikir
positif dan rasional.
·
Persuasif :
Melalui berbagai argumentasi,
konselor meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya yang keliru
·
Konfrontasi :
Menyerang ketidakrasionalan
berpikir klien dan membawanya ke arah berfikir yang lebih rasional.
·
Pemberian Tugas :
Memberi tugas kepada klien untuk mencoba
melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.
o
Teknik-teknik emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan
untuk mengubah emosi klien. Dalam teknik ini, konselor harus mampu menerima
klien tanpa sayarat. Termasuk teknik ini diantaranya adalah sosiodrama, role
playing, modeling ataupun self modeling, latihan asertif (mendorong keberanian
dan kebiasaan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya), humor,
serta latihan melawan rasa malu.
o
Teknik-teknik perilaku
Teknik ini digunakan untuk mengubah tingkah laku
klien yang tidak diinginkan. Termasuik teknik ini adalah melalui penerapan
prinsip penguatan (reinforcement), teknik permodelan sosial (social modelling),
serta relaksasi.
Kelebihan:
Pendekatan ini menekankan pada peranan berbagai tanggapan kognitif terhadap
timbulnya suatu reaksi dalam bentuk perasaan.
Kelemahan:
Corak konseling
ini sangat bermanfaat untuk diterapkan oleh konselor sekolah terhadap siswa
remaja dan mahasiswa, yang mengalami reaksi perasaan negatif, menganggu suasana
hati, seperti rasa cemas, gelisah, putus asa, tidak bergairah, dan tidak
bersemangat.
Referensi :
Corey G. (2007). Teori dan Paktek Konseling & Psikoterapi. PT Refika Aditama :
Bandung.
Singgah D., G. (2000). Konseling dan psikoterapi. Jakarta : Gunung
Mulia.