Istilah Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology)
diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi pada abad ke-19, yang berada
dibawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori
yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori
yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi
humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang
berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama
mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern,
yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang ada dalam
dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya
(Koeswara, 1986:113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia
semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf
eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih
tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta
bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan”
menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Terapi humanistik eksistensial memusatkan perhatian pada
pengalaman-pengalaman sadar dan juga memusatkan perhatian pada apa yang dialami
oleh klien, pada masa sekarang “disini dan kini”. Terapi humanistik
eksistensial berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri klien. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow
adalah sebagai berikut (Koeswara, 1991 dan Alwisol 2005)
1.
Prinsip holistik
Menurut Maslow, holisme
menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh,
bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan
dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi
pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik
dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
·
Kepribadian
normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi. Organisasi adalah keadaan normal
dan disorganisasi adalah keadaan patologis.
·
Organisme dapat
dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat
dipelajari dalam isolasi.
·
Organisme
memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
·
Pengaruh
lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi
organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan
kepribadian yang sehat dan integral.
·
Penelitian yang
komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif terhadap
banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi.
2.
Individu adalah
penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang
sada, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain
manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
3.
Manusia tidak
pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari
sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan,
yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
4.
Individu sebagai
keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
5.
Manusia pada
dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau
merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang
buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6.
Manusia memiliki
potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi
orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
7.
Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.
8.
Manusia memiliki
bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut
(Boeree, 2004)
·
kebutuhan-kebutuhan
fisiologis (the physiological needs)
·
kebutuhan akan
rasa aman (the safety and security needs)
·
kebutuhan akan
cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
·
kebutuhan akan
harga diri (the esteem needs)
·
kebutuhan akan
aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Teori
humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang
ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari
beberapa teori konseling lainnya separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini
adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat
bermakna apabila ia memaknainya.
Kelebihan :
§ Memiliki dasar teori yang cukup kuat
§ Mampu membuat klien lebih bertanggung jawab terhadap
pilihan dan perilakunya
§ Bisa digunakan pada klien yang krisis percaya diri
Kekurangan :
§ Memiliki teknik yang terlampau bebas (seperti tidak
ada pakem)
§ Menggunakan waktu yang cukup lama dalam proses terapi
§ Menghabiskan biaya klien yang cukup banyak guna
menuntaskan terapi
§ Menitik beratkan proses terapi pada klien
SUMBER :
Corey, G. (1995). Teori
dan praktek konseling dan psikoterapi. Semarang: PT. IKIP Semarang Press.
Riyanti, B.P. D. dan Prabowo
H. 1998. Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Semiun. Y. OFM. (2006). Kesehatan
mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
0 komentar:
Posting Komentar