Terapi Humanistik Eksistensial

Label: , ,


Istilah Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi pada abad ke-19, yang berada dibawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang ada dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986:113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.


Terapi humanistik eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman-pengalaman sadar dan juga memusatkan perhatian pada apa yang dialami oleh klien, pada masa sekarang “disini dan kini”. Terapi humanistik eksistensial berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri klien. Adapun pokok-pokok teori psikologi humanistik yang dikembangkan oleh Maslow adalah sebagai berikut (Koeswara, 1991 dan Alwisol 2005)
1.    Prinsip holistik
Menurut Maslow, holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkah laku sebagai kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen yang berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur yang terpisah tetapi bagian dari suatu kesatuan, dan apa yang terjadi pada bagian yang satu akan mempengaruhi bagian yang lain. Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
·      Kepribadian normal ditandai dengan unitas, integrasi, konsistensi, dan koherensi. Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasi adalah keadaan patologis.
·      Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi.
·      Organisme memiliki suatu dorongan yang berkuasa, yaitu aktualisasi diri.
·      Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi organisme jika bisa terkuak di lingkungan yang tepat akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan integral.
·      Penelitian yang komprehensif terhadap satu orang lebih berguna dari pada penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolasi.
2.    Individu adalah penentu bagi tingkah laku dan pengalamannya sendiri. Manusia adalah agen yang sada, bebas memilih atau menentukan setiap tindakannya. Dengan kata lain manusia adalah makhluk yang bebas dan bertanggung jawab.
3.    Manusia tidak pernah diam, tetapi selalu dalam proses untuk menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya (becoming). Namun demikian perubahan tersebut membutuhkan persyaratan, yaitu adanya lingkungan yang bersifat mendukung.
4.    Individu sebagai keseluruhan yang integral, khas, dan terorganisasi.
5.    Manusia pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik atau tepatnya netral. Kekuatan jahat atau merusak pada diri manusia merupakan hasil atau pengaruh dari lingkungan yang buruk, dan bukan merupakan bawaan.
6.    Manusia memiliki potensi kreatif yang mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya menjadi orang yang memiliki kemampuan atau keistimewaan dalam bidang tertentu.
7.    Self-fulfillment merupakan tema utama dalam hidup manusia.
8.    Manusia memiliki bermacam-macam kebutuhan yang secara hirarki dibedakan menjadi sebagai berikut (Boeree, 2004)
·      kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
·      kebutuhan akan rasa aman (the safety and security needs)
·      kebutuhan akan cinta dan memiliki (the love and belonging needs)
·      kebutuhan akan harga diri (the esteem needs)
·      kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Teori humanistik eksistensial tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa dipungut dari beberapa teori konseling lainnya separti teoriGestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.



Kelebihan :
§  Memiliki dasar teori yang cukup kuat
§  Mampu membuat klien lebih bertanggung jawab terhadap pilihan dan perilakunya
§  Bisa digunakan pada klien yang krisis percaya diri
Kekurangan :
§  Memiliki teknik yang terlampau bebas (seperti tidak ada pakem)
§  Menggunakan waktu yang cukup lama dalam proses terapi
§  Menghabiskan biaya klien yang cukup banyak guna menuntaskan terapi
§  Menitik beratkan proses terapi pada klien

SUMBER :
Corey, G. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Semarang: PT. IKIP Semarang Press.
Riyanti, B.P. D. dan Prabowo H. 1998. Psikologi umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Semiun. Y. OFM. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

Terapi Psikoanalisis

Label: , ,


Psikoanalisa dipelopori oleh tokoh psikologi yang terkenal yaitu Sigmund Freud. Sigmund Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856, di Freiberg, Moravia, yang kini jadi bagian dari Republik Ceko. Freud adalah anak sulung dari Jacob dan Amalie Nathanson Freud. Freud menjadi anak kesayangan ibunya yang masih belia dan serba memanjakan, secara tidak langsung membuat dirinya berkembang menjadi pribadi yang percaya diri sepanjang hidupnya (E. Jones, 1953). Pemahaman Freud tentang kepribadian manusia dibangun sendiri berdasarkan pengalamannya dengan sejumlah pasien, analisis terhadap mimpinya sendiri dan bacaannya yang luas dalam bidang ilmu pengetahuan dan humaniora. Pengalaman-pengalaman tersebut menjadi data dasar untuk mengembangkan teorinya. Bagi Freud, teori berkembang mengikuti kemajuan observasi dan konsep kepribadiannya terus-menerus berevolusi, Freud bersikeras bahwa psikoanalisis tidak menggabung-gabungkan berbagai pembahasan yang berbeda (eclectisme).

Seperti konsep psikoanalisis Sigmund Freud, terapi ini mempunyai konsep yang didasari struktur kepribadian dasar manusia yaitu id, ego, dan super ego. Terapi ini merupakan upaya perawatan perilaku abnormal atau gangguan dengan mengidentifikasikan penyebab-penyebab “tak sadar” dari perilaku abnormal atau gangguan yang terjadi pada klien. Tentu hal ini berkaitan dengan konsep struktur pikiran yang diungkapkan oleh Sigmund Freud, bahwa penyebab “tak sadar” itu merupakan konflik yang disebabkan oleh kekuatan yang saling berlawanan dalam diri seseorang dan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian seseorang sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan.
Ø   Tujuan dari metode terapi psikoanalisis, antara lain:
·      Membentuk kembali struktur karakter seseorang dengan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien.
·      Mengupayakan kembali pengalaman masa anak-anak pada diri klien.
Ø   Metode yang digunakan dalam terapi psikoanalisis, antara lain:
·      Hipnotis
Metode ini diperkirakan muncul sekitar tahun 1700. Ketika itu, Franz Anton Mesmer dari Sekolah Kedokteran Universitas Wina (University of Vienna Medical School) memperlihatkan suatu teknik animal magnetism, tapi kemudian berubah menjadi hipnotisme karena penekanan dari teknik tersebut dialihkan untuk menimbulkan suatu keadaan kesadaran yang berubah melalui sugesti verbal.
Pada tahun 1885, Freud mendapatkan hibah untuk melakukan perjalanan dari Universitas Wina (University of Vienna) dan memutuskan untuk belajar di Paris pada neurolog Prancis terkemuka yaitu Jean-Martin Charcot. Selama empat bulan bersama Charcot, Freud belajar teknik hipnotis untuk menangani hysteria, kelainan yang umumnya ditandai dengan kelumpuhan atau kelainan fungsi organ-organ tubuh tertentu. Melalui hipnosis, Freud mengetahui penyebab psikogenis dan seksual dari gejala-gejala histeria.
·      Asosiasi Bebas
Free Association, merupakan buku karangan Bollas (2002) yang kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Winarno (2003) menjadi “Asosiasi Bebas” merupakan acuan utama dalam menjabarkan hal ihwal asosiasi bebasnya Freud. Dalam buku setebal seratus halaman tersebut, asosiasi bebas secara sederhana didefinisikan sebagai bicara bebas, yaitu sesuatu yang tidak lebih dari berbicara tentang apa yang terlintas dalam pikiran, beralih dari satu topik menuju topik lain dalam suatu urutan yang bergerak bebas serta tidak mengikuti agenda tertentu.
·      Analisis Mimpi
Mimpi, dipercaya Freud sebagai “jalan yang sangat baik menuju ketaksadaran”. Hal tersebut didasari kepercayaan Freud bahwa mimpi itu perwujudan dari materi atau isi yang tidak disadari, yang memasuki kesadaran lewat yang tersamar. Dalam hal ini, mimpi mengandung manifest content (muatan manifes) dan content latent (muatan laten). Yang disebut pertama merupakan materi mimpi yang dialami dan dilaporkan. Sedangkan yang disebut kemudian, ialah materi bawah sadar yang disimbolisasikan atau diwakili oleh mimpi.
·      Transferensi
Transferensi berarti proses pemindahan emosi-emosi yang terpendam atau ditekan sejak awal masa kanak-kanak oleh pasien kepada terapis. Transferensi dinilai sebagai alat yang sangat berharga bagi terapis untuk menyelidiki ketaksadaran pasien karena alat ini mendorong pasien untuk menghidupkan kembali berbagai pengalaman emosional dari tahun-tahun awal kehidupannya.
·      Penafsiran
Penafsiran itu sendiri adalah penjelasan dari psikoanalis tentang makna dari asosiasi-asosiasi, berbagai mimpi, dan transferensi dari pasien. Sederhananya, yaitu setiap pernyataan dari terapis yang menafsirkan masalah pasien dalam suatu cara yang baru. Penafsiran oleh analis harus memperhatikan waktu. Analis harus memiliki kemampuan memilah atau memprediksi kapan waktu yang baik dan tepat untuk membicarakan penafsirannya kepada pasien.

Kelebihan :
§  Memiliki dasar teori yang kuat
§  Mampu membuat klien lebih mengerti tentang kondisional yang sebelumnya kurang disadari atau dimengerti
Kekurangan :
§  Memerlukan terapis terlatih dan berpengalaman
§  Menggunakan waktu yang cukup lama dalam proses terapi
§  Menghabiskan biaya klien yang cukup banyak guna menuntaskan terapi
§  Membuat klien jenuh dalam proses terapi


SUMBER :
Anwar, Z. (2010). Terapi psikologi. Diakses tanggal 27 Maret, 2013 dari http://zainulanwar.staff.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_413.pdf.
Feist, J. dan Feist, G. J. (2011). Theories of personality 7th edition. Jakarta: Salemba Humanika.
Indryawati. Terapi Psikoanalisis Freud. Diakses tanggal 27 Maret, 2013 dari indryawati.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/21332/TERAPI+PSIKOANALISIS.doc.
Wikipedia. Diakses tanggal 27 Maret, 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis.

Universal dalam Bahasa

Label: , , ,


I.              Pengertian Universal dalam Bahasa
Istilah “bahasa” didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921. Yang dimaksud “bahasa” merupakan sesuatu yang human specific (khas manusia).  Hewan tidak punya “bahasa” karena mereka hanya berkomunikasi dengan sinyal, yakni sinyal tubuh, bau, suara, warna, dan sebagainya. Bila Anda beranggapan sinyal ini merupakan “bahasa”, maka “sinyal manusia” lebih kompleks dan dapat berubah-ubah, dapat dimaknai dengan arti baru, serta dapat dikombinasi bermacam-macam. Sementara itu, “sinyal di dunia fauna” pada umumnya tidak dikombinasi dan tidak pernah membentuk arti baru.
Menurut National Geographic, tahun 2005 silam umat manusia di dunia secara aktif menggunakan 6.912 bahasa. Di antara ribuan bahasa tersebut sesama manusia dapat belajar bahasa yang berbeda-beda, walaupun dengan aksara yang berupa-rupa, tapi tetaplah bisa dipelajari karena sama-sama “bahasa manusia”.
Mana yang berperan membentuk bahasa lebih dulu: otak atau lingkungan?
Sistem komunikasi yang sama meskipun berupa banyak perbedaan, dalam hal ini bahasa yang digunakan umat manusia ini kemudian mendasari peranan kodrati (innate) sebagai pembentukan bahasa oleh manusia. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari peranan otak yang menjadi pusat segala aktivitas manusia. Otak menjadi salah satu faktor tumbuhnya bahasa sekaligus memegang peranan vital dalam fungsi-fungsi kebahasaan. Gagasan ini dikemukakan oleh Lenneberg, Chomsky, serta McNeil, dalam teori ini tugas lingkungan hanyalah memberi sedikit sentuhan sehingga nanti bahasa akan berkembang sendiri.
Berbeda dengan teori innate, pada kondisi lain dikatakan bahwa saat manusia dilahirkan, otak manusia bagaikan kertas yang putih bersih. Teori ini dinamakan teori tabularasa atau emperisme. Dikatakan dalam teori ini bahwa bahasa berkembang karena jasa lingkungan tempat tumbuhnya anak menjadi dewasa. Bahasa yang dijumpai oleh anak dalam lingkungannnya itulah yang akhirnya berwujud dalam otak. Teori ini mengatakan bahwa bahasa tak akan berkembang tanpa jasa lingkungan.
Benarkah bahasa manusia benar-benar beda?
Kata orang kuno, bahasa yang berbeda-beda “memisahkan” manusia sehingga kerap menyebabkan timbulnya salah paham. Namun, sebenarnya tidak ada perbedaan fundamental antara bahasa Jerman, Mandarin, Arab, Jawa Kuno, Jepang, Sansekerta, atau Bahasa Indonesia sekali pun. Karena itu, bahasa apa pun, asalkan masih “bahasa manusia”, dapatlah dipelajari. Orang Indonesia bisa belajar bahasa Rusia, orang Zimbabwe bisa belajar bahasa Tagalog, dan orang Eskimo bisa diajari bahasa Hindi, tapi “bahasa” hewani tidak bisa dipelajari dan diajarkan.
Kebisaan antarmanusia dapat saling mempelajari semua bahasa di dunia membuat salah satu calon linguis besar dunia pada 1950-an, Noam Chomsky, membuat satu hipotesis bahwa basis semua bahasa di dunia adalah tata bahasa universal, yang ada dalam diri setiap orang. Hipotesis ini menjadi sangat heboh pada saat itu. Hal itu kemudian menyulut revolusi di riset otak manusia. Hipotesis itu berkembang pesat, dan kemudian menjadi semacam gerakan ahli bahasa (disebut “linguis”) untuk mencari kaidah-kaidah keuniversalan bahasa manusia (disebut “tatabahasa universal”).
Tatabahasa universal adalah kumpulan aturan, yang kemudian disimpulkan struktur setiap bahasa manusia bumi. Tata bahasa universal ini asli bawaan setiap manusia, tertancap erat di otak kita. Mereka membentuk matriks, kerangka semua bahasa manusia. Seandainya tidak ada tata bahasa universal ini, kemungkinan besar bahasa-bahasa di muka bumi ini akan sangat berlainan sehingga bagi manusia yang bahasanya tidak sama, tidak akan dapat saling berkomunikasi.
Persamaan bahasa-bahasa di dunia.
Bahasa-bahasa di dunia memiliki beberapa persamaan, yakni :
1.             Bahasa-bahasa di dunia menggunakan butir-butir linguistik yang jenisnya sama,
2.             Bahasa-bahasa di dunia memiliki jenis varian yang sama,
3.      Bahasa-bahasa di dunia sama-sama menggunakan aturan gramatikal yang mendasari struktur butir-butir tersebut,
4.             Bahasa tersebut menggunakan sistem perlambangan makna yang sama,
5.             Bahasa-bahasa di dunia bersifat kreatif,
6.             Pemerolehan bahasa melalui proses tahapan-tahapan yang sama, dan
7.    Dalam berkomunikasi orang cenderung menyesuaikan diri kepada mitra bicara dan norma komunikasi agar komunikasi berjalan lancar.
Dari berbagai laporan penelitian sosiolinguistik dapat dicatat bahwa semua bahasa memiliki varian seperti idiolek, dialek, ragam, undak-usuk, dan register (Gumperz dan Hymes, 1972, Fishman, 1972, Halliday, 1979, Poedjosoedarmo, 1984).

II.                   Universalitas bahasa dan timbulnya varian bahasa
Terdapat suatu gejala perubahan gramatika yang merupakan pertemuan antara kekuatan yang bersifat universal dengan bentuk-bentuk yang ada di luar jangkauan otak. Pertemuan ini mengakibatkan  perubahan gramatikal yang sifatnya berantai. Bentuk yang satu mempengaruhi bentuk yang lain, sebagai akibatnya terjadi serentetan perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena aturan gramatika harus menjamin kemampuan bahasa yang pada akhirnya selalu efisien.
Timbulnya dialek berarti timbulnya perubahan pada beberapa sistem suatu bahasa. Perubahan ini dapat terjadi pada sistem fonologi, morfologi, dan sistem sintaksis.  Apabila pola intonasi kalimat berubah, maka tekanan pada kata berubah, kemudian dibarengi dengan perubahan jenis urutan kata dan frasa atau bahkan urutan frasa dalam kalimat. Setelah itu, perubahan ini dapat bersifat drastis, misalnya berupa hilangnya beberapa afiks serta munculnya pemarkah-pemarkah baru. Perubahan berantai semacam ini menjadikan bahasa yang tadinya sama menjadi sangat berbeda.

III.                   Fungsi Bahasa dalam Universal
Dalam keilmuan dapat dipahami bahwa bahasa memiliki sifat yang teratur, berpola, memiliki makna dan fungsi. Sistematis diartikan pula bahwa bahasa tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun acak. Karenanya, sebagai sebuah sistem, bahasa juga sistemik. Bahasa sebagai lambang artinya memiliki simbol untuk menyampaikan pesan kepada lawan bicara. Bahasa berfungsi untuk menegaskan bahasa yang hendak disampaikan.
Bahasa itu adalah Bunyi. Kata bunyi berbeda dengan kata suara. Menurut Krdaklaksana (1983:27) bunyi adalah pesan dari pusat saraf sebagai akibat dari gendang telinga yang bereaksi karena perubahan- perubahan dalam tekanan udara. Karena itu, banyak ahli menyatakan bahwa yang disebut bahasa itu adalah yang sifatnya primer, dapat diucapkan dan menghasilkan bunyi.
Bahasa itu adalah Tulisan. Dengan demikian, bahasa tulis adalah bahasa sekunder yang sifatnya berupa rekaman dari bahasa lisan, yang apabila dibacakan atau dihafalkan tetap melahirkan bunyi juga. Sebagai bunyi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan lambang dari kebahasaan sebagaimana disebutkan diatas bahwa bahasa juga bersifat lambang.
Bahasa itu Bermakna. Bahasa sebagai suatu hal yang bermakna erat dengan kaitannya sistem lambang bunyi. Oleh sebab itu, dilambangkan dengan suatu pengertian, suatu konsep, sutau ide, atau suatu pikiran, yang hendak disampaikan melalui wujud bunyi bahasa yang bermakna. Bahasa dapat berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Bahasa itu Arbitrer. Arbitrer dapat diartikan semena-mena, berubah-ubah, tidak tetap. Arbitrer diartikan pula dengan tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Hal ini berfungsi untuk memudahkan orang dalam melakukan tindakan kebahasaan.
Bahasa itu Unik. Bahasa dikatakan memiliki sifat yang unik karena setiap bahasa memiliki ciri khas sendiri yang dimungkinkan tidak dimiliki oleh bahasa yang lain. Ciri khas ini menyangkut sistem bunyi, siistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat dan sistem-sistem lainnya. Diantara keunikan yang dimiliki bahasa memiliki tekanan kata bersifat morfemis, melainkan sintaksis. Bahasa bersifat unik berfungsi untuk membedakan antara bahasa yang satu dengan lainnya.
Bahasa itu Universal, selain unik dengan ciri-criri khas tersendiri, setiap bahasa juga dimungkinkan memiliki ciri yang sama untuk beberapa kategori. Hal ini bisa dilihat pada fungsi dan beberapa sifat bahasa. Karena bahasa itu bersifat ujaran, ciri yang paling umum dimiliki oleh setiap bahasa itu adalah memiliki vokal dan konsonan. Namun, beberapa vokal dan konsonan pada setiap bahasa tidak selamanya menjadi persoalan keunikan. Bahasa Indonesia misalnya, memiliki 5 buah vokal dan 21 konsonan, tetapi bahasa Arab memiliki 3 buah vokal pendek, 3 buah vokal panjang, serta 28 konsonan (Al- Khuli, 1982:321). Oleh sifatnya yang universal, bahasa memiliki fungsi yang sangat umum dan menyeluruh dalam tindakan komunikasi.
Bahasa itu Bervariasi. Setiap masyarakat memiliki variasi atau ragam dalam bertutur. Bahasa Aceh misalnya, antara penutur bahasa Aceh bagi masyarakat Aceh Barat dengan masyarakat Aceh Utara memiliki variasi. Variasi bahasa dapat terjadi secara idiolek, dialek, kronolek, sosiolek, dan fungsional.
Bahasa itu Dinamis. Hampir disetiap tindakan manusia selalu menggunakan bahasa. Bahkan, dalam bermimpi pun, menggunakan bahasa. Karena setiap tindakan manusia sering berubah-ubah seiring perubahan zaman yang diikuti oleh perubahan pola pikir manusia, bahasa yang digunakan pun kerap memiliki perubahan. Inilah yang dimaksud dengan dinamis. Dengan kata lain, bahasa tidak statis, tetapi akan terus berubah mengikuti kebutuhan dan tuntutan pemakai bahasa.
Bahasa sebagai alat Interaksi Sosial. Bahasa sebagai alat interaksi sosial sangat jelas fungsinya, yakni dalam interaksi, manusia memang tidak dapat terlepas dari bahasa. Hampir di setiap tindakan manusia tidak terlepas dari bahasa, maka salah satu hakikat bahasa menjadi alat komunikasi dalam bergaul sehari-hari.
Bahasa sebagai Identitas Diri. Bahasa juga dapat menjadi identitas diri pengguna bahasa tersebut. Hal ini disebabkan bahasa juga menjadi cerminan dari sikap seseorang dalam berinteraksi. Sebagai identitas diri, bahasa akan menjadi penunjuk karakter pemakai bahasa tersebut.
Bahasa sebagai alat Komunikasi. Dengan menggunakan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan alam sekitarnya, terutama dengan sesama manusia. Bahasa merupakan alat untuk merumuskan apa yang ada dalam pikirannya, apa yang dirasakan, dan apa yang dikehendakinya. Apa yang dipikirkan itu dapat disampaikan kepada orang lain melalui bahasa, sehingga dapat diciptakan kerja sama antar sesama manusia. Dengan bahasa pula manusia dapat mengatur kegiatannya yang berhubungan dengan kehidupan kemasyarakatannya.
Bahasa sebagai alat Ekspresi Diri Bahasa merupakan wujud atau pernyataan keberadaan manusia dimuka bumi ini. Manusia dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di alam pikirannya kepada orang lain (bayi, remaja, dewasa sampai kepada orang tua), semuanya tetap menyatakan diri dengan bahasa. Bayi yang menangis merupakan tanda keberadaannya, agar orang lain dapat mengerti apa yang dirasakannya atau apa yang diinginkannya, misalnya haus atau lapar biasanya ia nyatakan dalam bentuk tangisan untuk mewakili perasaannya.
Bahasa sebagai alat Integrasi dan Adaptasi Sosial. Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Kelompok masyarakat yang satu pasti membutuhkan kelompok masyarakat yang lain untuk berkomunikasi kemudian diadaptasikan kepada orang lain maupun diri sendiri. Alat yang digunakan berintegrasi dan beradaptasi itu adalah bahasa. Bahasa yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi setempat, warga masyarakat harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk penyesuaian tersebut maka bahasa lah yang memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan suasana aman dan damai.
Bahasa sebagai alat Penampung dan Penerus Kebudayaan. Kontak manusia dengan alam sekitarnya dapat melahirkan karya budaya. Manusia mendekati dan mengelola alam, alatnya ialah bahasa, dan hasil penemuan selalu dilambangkan dengan bahasa. Karya budaya yang dihasilkan oleh manusia masa lampau dapat dilestarikan dengan bahasa sehingga dapat dinikmati dan dikembangkan oleh manusia masa kini dan dilanjutkan atau diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Bahasa juga berfungsi menghubungkan ruang atau tempat yang satu dengan tempat yang lain misalnya apa yang terjadi di Amerika atau di dunia yang lain dapat diketahui di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat karena adanya bahasa dengan bantuan teknologi modern. Peristiwa yang dialami manusia berlangsung terus menerus diabadikan dengan bahasa dalam wujud sejarah. Fungsi bahasa Indonesia berhubungan dengan kedudukan bahasa Indonesia. Kedudukan itu diperoleh berdasarkan pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia.



Daftar Referensi :

Kamus Besar. (2012). Universalitas. Diakses tanggal 23 Oktober, 2012 dari http://www.kamusbesar.com/42801/universalitas

Prayogi, I. (2012). Universalitas Bahasa (Tinjauan Singkat). Diakses tanggal 23 Oktober, 2012 dari http://bahasa.kompasiana.com/2012/04/12/universalitas-bahasa-tinjauan-singkat/

Multikulturalisme

Label: , ,


Secara epistemologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masng-masing yang unik. Dengan demikian, setiap individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan.
Mulitkulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya, maka konsep kebudayaan harus dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Dalam sebuah artikel, Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut.
Menurut Azyumardi Azra (dalam wikipedia, 2012), “multikulturalisme” pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik. Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan


Sumber :

Nuhatama, D.U. (2012). Pengertian Multikulturalisme. Diakses tanggal 27 Desember, 2012 dari http://www.scribd.com/doc/87661461/Pengertian-Multikulturalisme

Wikipedia. (2012). Multikulturalisme. Diakses tanggal 27 Desember, 2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Multikulturalisme

Akulturasi Psikologis

Label: , ,


Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Dan kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Hal yang menarik ketika mengamati proses akulturasi sehingga nantinya secara evolusi menjadi asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani, Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dipungkiri keberadaannya.
Pengertian psikologi menurut Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya. Muhibbin Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
Jadi, akulturasi psikologis adalah proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan perilaku tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu perilaku asing. Perilaku asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam perilakunya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur periaku kelompok sendiri. Singkatnya terdapat perpaduan antara perilaku sendiri dengan perilaku asing, tanpa menghilangkan unsur perilaku kelompok sendiri.


Sumber :

Dakir. (1993). Dasar-Dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Muhibbinsyah. (2001). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wikipedia. (2012). Akulturasi. Diakses tanggal 27 Desember, 2012 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi